17 Maret 2011

MANAJEMEN DOCKING BURUK, PELABUHAN MACET, RIBUAN SOPIR TRUK TERLANTAR DI MERAK


Pelabuhan Merak mendapat sorotan satu bulan terakhir ini. Sejak awal Februari, pelabuhan yang menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera ini macet. Ribuan truk pengangkut sembako dan matrial yang akan menuju ke Sumatera tertahan di Pelabuhan Merak.
Truk-truk itu membuat kemacetan parah di pelabuhan hingga ke tol Merak, jalan layang Cikuasa, Tol Cilegon Bawah, Tol Cilegon Atas hingga ke Jalan Protokol dalam Kota Cilegon. Keadaan bertambah parah, saat ratusan sopir truk yang prustasi atas kemacetan ini memblokir jalan masuk ke pelabuhan.
Keadaan ini terjadi karena banyaknya kapal feri yang melayani penyeberangan Merak-Bakauheni harus docking (melakukan perbaikan). Dari 33 kapal yang beroperasi di Selat Sunda tersebut, hanya 18 yang beroperasi. Dampaknya jadwal dan target trip kepal yang melayani penyeberangan berkurang. Terjadi kesenjangan antara jumlah kapal (supply) dan permintaan arus penumpang dan kendaraan (demand). Belum lagi, jadwal kapal yang sering telat, bila normalnya Merak-Bakauhuni dilayari selama dua jam, kenyataanya diperlukan waktu 3-4 jam untuk melakukan bongkar muat penumpang dan barang setiap trip penyeberangan.
Situasi ini, dipicu oleh buruknya manajemen pelabuhan yang diterapkan di pelabuhan. Bahkan Menteri Perekonomian Hatta Radjasa menilai, kemacetan yang terjadi, karena jeleknya manajemen docking di Pelabuhan Merak. Keadaan diperparah dengan fasilitas parkir pelabuhan yang minim, infrastruktur dermaga yang tidak mendukung, pengaturan lalu lintas jalan raya yang buruk dan petugas pelabuhan yang tidak disiplin. Dampaknya, kemacetan menjadi berlarut-larut, sehingga memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan menyelesaikan persoalan yang terjadi di Pelabuhan Merak tersebut.
Kemacetan yang terjadi di Pelabuhan Merak adalah bentuk pelayanan/penyediaan jasa penyeberangan yang bermasalah. Dalam bisnis penyeberangan ini, titik kepuasan yang dimiliki konsumen adalah apabila, setiap penumpang dan kendaraan yang akan melintasi Selat Sunda tersebut bisa menyeberang dengan cepat dan selamat. Tidak perlu mengantri lama, semua bisa menyeberang. Bila itu tidak terpenuhi, menurut Rudito (2007: xi) maka transaksi bisnis yang terjadi mengalami ketimpangan atau ketidakadilan di satu pihak ketika berhubungan dengan pihak lain. Dalam konteks ini, etika bisnis dilanggar, pihak penyedia layanan penyeberangan telah merugikan kelompok lain, khususnya para pemilik dan pengemudi truk.
Ketua Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofjan Wanandi menyatakan bahwa kemacetan di Pelabuhan Merak telah menimbulkan kerugian bagi pengusaha mencapai Rp 5 hingga 10 miliar setiap hari. Pasalnya biaya oprasional sopir membengkak, bahan bakar minyak kendaraan habis terbuang percuma, rugi waktu dan barang tertunda sampai ke tujuan. Bahkan untu sembako di dalam truk yang terperangkap di dalam antrian, menyebabkan kerusakan karena sayur membusuk. Karena itu, ia mendesak agar Presiden segera turun tangan menuntaskan antrian truk di Pelabuhan Merak tersebut (bataviase.co.id, 2 Maret 2011).(**)

Tidak ada komentar: