JURNALISTIK


Redaktur sebagai Manajer
  

Masuknya modal besar ke dalam dunia pers sejak de-kade 1980 telah mengubah wajah pers nasional. Bebe-rapa segi positif yang didapat sebagai akibat masuknya modal besar itu antara lain masuknya teknologi canggih yang memungkinkan percepatan informasi kepada pembaca. Selain itu, modal besar juga memaksa pers untuk juga mempercanggih system manajemennya, Ka-rena selama ini ada anggapan pengelolaan manajerial pers kurang professional.

Masuknya modal besar ke dalam dunia pers sejak de-kade 1980 telah mengubah wajah pers nasional. Bebe-rapa segi positif yang didapat sebagai akibat masuknya modal besar itu antara lain masuknya teknologi canggih yang memungkinkan percepatan informasi kepada pembaca. Selain itu, modal besar juga memaksa pers untuk juga mempercanggih system manajemennya, Ka-rena selama ini ada anggapan pengelolaan manajerial pers kurang professional.
Dengan berubahnya pes menjadi pers industri, dengan sendirinya sistem manajemen modern pun harus dite-rapkan. Dalam beberapa kasus, penerapan system ma-najemen profesional ini mengakibatkan pula perom-bakan dalam struktur organisasi keredaksian. Karena tuntutan manajemen modern, redaksi harus pula memiliki seorang “manager” yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan fungsi – fungsi manajerial konvensional di tubuh redaksi ( misanya budgeting ).
Fungsi ini biasanya dijalankan oleh seorang redaktur pelaksana atau redaktur senior yang diberi jabatan sebagai Manager Redaksi. Dalam kasus Jawa Pos, pe-nerapan sistem manajemen profesiona itu meng-hasil-kan perombakan yang cukup mendasar dalam tubuh or-ganisasi redaksi. Perubahan ini disebut mendasar, ka-rena selama ini belum pernah diterapkan oleh organisasi redaksi media lain.
Pada struktur yang lama, seorang pemimpin redaksi sekaligus mempunyai kewenangan (atau tugas) yang luas, baik dalam menjalankan kebijaksanaan redak-sio-nal harian (dan juga kebijaksanaan redaksional yang sifatnya strategis) sekaligus juga menjalankan fungsi manajerial (dalam kasus Jawa Pos, Pemred adalah “Direktur Utama” dan hal ini juga terjadi pada penerbitan pers pada umumnya).
Dalam struktur yang baru, Pemred melepaskan fung-sinya yang pertama (kecuali fungsi strategis) dan melim-pahkan kewenangannya itu kepada “Kepala Redaksi” yang menjadi penanggung jawab sehari – hari baik ma-najerial maupun redaksional.
Dengan struktur baru ini, pemimpin redaksi bisa me-ngembangkan fungsinya yang maksimal sebagai “Di-rektur Utama” sebuah perusahaan, termasuk melakukan ekspansi. Ia hanya melakukan campur tangan minimal dalam keputusan redaksional sehari – hari, kecuali jika ada keputusan yang sifatnya strategis.
Penerapan sistem baru ini menghadapi kendala, teru-tama karena munculnya anggapan telah terjadi “Mar-jinalisasi” peran redaksi dalam sebuah perusahaan Pers. Dalam struktur baru ini terihat bahwa daam posisi de-partemen redaksi disejajarkan dengan departemen yang lain, misalnya pemasaran, keuangan, dan iklan. Dan bah-kan, ada yang beranggapan dalam pengalaman Jawa Pos bahwa dalam sebuah Perusahaan pers peran de-partemen iklan lebih penting ketimbang redaksi. Karena munculnya anggapan ini, mau tidak mau isu marjinalisasi redaksi semakin santer. Manajemen menyadari hal ini, dan berusaha melakukan perbaikan misalnya dengan dikeluarkannya “pengakuan” terhadap profesionalisme redaksi dalam bentuk TP (Tunjangan Profesi) bagi re-daksi. Dan, daam perkembangannya terbukti bahwa ba-gian redaksi tetap mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan perusahaan, dan karena itu ke-mudian belakangan ini dirasakan ada upaya untuk “me-rehabilitasi” redaksi.
Tetapi, sebenarnya anggapan diatas tidak seluruhnya benar. Restrukturisasi tersebut menghasilkan sebuah tatanan baru yang benar – benar tersistem. Anggapan bahwa bagian redaksi adalah bagian yang tidak disiplin belakangan terkikis. Hadirnya seorang kepala redaksi yang sehari – hari bertanggung jawab terhadap ope-rasionalisme redaksi (redaksional maupun manajerial) sangat membantu dalam upaya pendisiplinan bagian re-daksi, terutama dalam anggaran disiplin yang selama ini dianggap paling rendah. Hasilnya redaksi mem-beri-kan kontribusi besar dalam proses penataan sistem ma-najemen Jawa Pos.
Manajemen bisa didefinisikan sebagai “proses mendi-sain dan menjaga (maintain) sebuah lingkungan (environ-ment) dimana seorang (individual) bekerja bersama da-lam sebuah kelompok untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu secara efisien. Definisi ini bisa dielaborasi sebagai berikut :
Seorang manager bertugas melaksanakan fungsi – fungsi manajerial seperti, perencanaan (Planning), Peng-organisasian (Organizing), Pengaturan Staff (Staffing), Kepemimpinan (Leading) dan Pengawasan (Con-tro-lling). Asas – asas manajemen ini berlaku terhadap se-gala macam jenis organisasi. Asas – asas manajemen ini berlaku pada manager pada setiap level. Tujuan semua manager sama ; menciptakan surplus. Mana-jemen konsep terhadap produktivitas yang sangat erat hubungannya dengan efektivitas dan efisi-ensi.
Karena itu, manager bertanggung jawab terhadap tin-dakan yang mendorong individual untuk memberikan kontribusi terbaiknya terhadap tujuan (Objective) sebuah kelompok. Karenanya, asas – asas manajemen itu ber-laku terhadap semua organisasi, baik yang kecil maupun yang besar, organisasi profit maupun nonprofit, Peru-sahaan manufacturing maupun industri.
Ini mencakup organisasi bisnis, badan pemerintahan, rumah sakit, universitas, dan organisasi – organisasi lainnya. Karena itu, organisasi yang efektif menjadi dam-baan semua orang mulai dari Dirut perusahaan, Direktur rumah Sakit, Rektor Universitas, Redaktur Surat Kabar, sampai Ketua Takmir Masjid.
Dalam hal ini, seorang redaktur mempunyai “dwi Fungsi manajemen” ia tidak hanya melakukan fungsi manajerial konvensional (misalnya melakukan budgeting), tetapi juga menjalankan tugas – tugas manajerial redaksional. Planning (Perencanaan) bagi seorang manager, berarti melakukan perencanaan anggaran untuk mencapai tu-juan tertentu. Tetapi bagi seorang redaktur, hal itu bisa juga berarti ia harus membuat perencanaan pem-beri-taan, menjelaskan strategi untuk mendapatkan infor-masi, termasuk menyediakan anggaran untuk mengejar informasi. Fungsi ini bisa ia lakukan secara harian, tetapi juga bisa ia lakukan dalam periode tertentu (tahunan) seperti yang berlaku di Jawa Pos. hal yang sama juga terjadi dalam tiga fungsi lainnya yaitu organizing, staffing dan controlling.
Dalam sistem organisasi Jawa Pos yang baru, seorang redaktur secara formal disetarakan dengan seorang ma-nager atau supervisor. Ini berarti seorang redaktur (sesu-ai kesepakatan) harus menjalankan fungsi manajerialnya sesuai dengan kesepakatannya. Karena itu, dalam sebuah organisasi pers modern, seorang redaktur dituntut juga untuk memahami dan menerapkan fungsinya sebagai manager. Ini juga berarti seorang redaktur harus konsen terhadap pro-duktifitas, efisiensi dan efektivitas.(socrates)


Tidak ada komentar: