17 Maret 2011

Redaktur: Koki Berita

SEORANG Redaktur sangat akrab dengan pekerjaan di media massa. Apa dan siapa yang disebut redaktur? Redaktur lazim juga disebut sebagai editor, adalah orang yang melakukan penyuntingan (editing) dan juga melengkapi naskah-naskah berita yang ditulis oleh wartawan atau reporter.

Ada yang mengibaratkan, tugas seorang redaktur mirip seorang koki masakan. Bahan-bahan yang dikumpulkan seorang wartawan di lapangan, diedit, diolah, ditambahi atau dikurangi seorang redaktur, persis seperti orang mengolah masakan sehingga berita yang disajikan jadi menarik, enak dibaca dan mudah dimengerti.

Redaktur umumnya berasal dari reporter lapangan yang dalam karirnya kemudian naik menjadi redaktur mu-da, madya dan kemudian redaktur kepala atau re-daktur bidang, yakni yang membawahi bidang tertentu (seperti politik, pertahanan keamanan, ekonomi, perkotaan, hukum kriminal, olahraga) atau halaman tertentu di media cetak.

Redaktur yang cemerlang karirnya bisa diangkat men-jadi Redaktur Pelaksana ataupun Redaktur Eksekutif, yakni orang yang memimpin pelaksanaan harian operasi sebuah redaksi media cetak ataupun elektronik.

Dalam jurnalisme elektronik, istilah redaktur lebih sering disebut editor. Di sini editor ditujukan kepada orang yang melakukan penyuntingan gambar video baik untuk keperluan berita maupun produksi program televisi lain-nya. Editor jenis ini juga disebut sebagai tape editor atau pun audio-visual editor.

Pada perkembangannya, media cetak pun meng-gunakan istilah editor untuk merujuk pada posisi redaktur ini. Istilah editor diserap dari bahasa Inggris, sementara redaktur merupakan serapan dari bahasa Belanda, redacteur.

CARA KERJA SEORANG REDAKTUR

Tugas editing (penyuntingan) yang dihadapi redaktur di daerah cukup berat. Selain karena kualitas sumber daya (terutama reporter) terbatas, beberapa media sahamnya juga memiliki Pemda setempat. Dengan be-gitu, tantangan yang dihadapi bukan saja bagaimana menyajikan berita semenarik mungkin, tapi juga bagai-mana menjaga agar redaksi tetap independen.

Proses editing sangat penting peranannya dalam me-nentukan kualitas kerja redaksi, karena mutu produk akhir yang disajikan kepada pembaca (baik berupa be-rita, foto, grafis, dan lain – lain) yang dimuat dikoran diten-tukan pada tahapan ini. Karena itu, proses editing ini di-serahkan kepada wartawan yang sudah senior, berpe-ngalaman, dan berwawasan.

Editing dimaksudkan untuk mengetahui antara lain apakah: 1. berita itu layak dimuat misalnya, memenuhi standar rukun iman berita atau layak berita). 2. Fakta yang terkandung dalam berita itu sudah benar. 3. Ditulis dengan baik (berbahasa Indonesia dengan benar, tuli-sannya runtut dan menarik, bisa dipahami oleh pembaca dan lain – lain). 4. Memenuhi standard moral (seimbang, coverage both side, tak melanggar kode etik). 5. Dipero-leh lewat prosedur yang benar, serta memprediksikan seberapa jauh dampak pengaruh berita itu bagi media yang bersangkutan (misalnya untuk berita – berita yang agak menyerempet bahaya kepihak ketiga).

Deskripsi diatas menunjukkan bahwa tugas seorang redaktur yang melaksanakan tugas editing cukup berat. Sebab, seperti yang terjadi di beberapa media, redaktur juga punya tugas harian lainnya, seperti ikut meren-canakan berita, fungsi koordinasi liputan, pengarah tata letak dan lain –lain.

Keseimbangan

Akhir – akhir ini ada kecenderungan para pekerja pers agak berani melanggar “kode etik”. Misalnya memuat berita yang sepihak sehingga merugikan pihak lain. Bia-sanya hal ini karena ketidakperdulian/kemalasan untuk mendorong wartawan melengkapi sumber beritanya.

Berita di boks kiri bawah Metropolis tentang wanita, sungguh pun digemari para pembaca, rawan komplain. Sebab, seringkali berita itu didapat secara sepihak (bah-kan seringkali daripengacara sang klien), tanpa ada upaya menghubungi pihak “lawan” dari klien pengacara tersebut.

Yang juga sering mendapat komplain adalah mem-bawa – bawa nama lembaga yang tak terkait langsung dari pelaku atau korban kriminal. Contoh terbaru adalah kasus Kepala Bagian Keuangan Unair yang menjadi ter-sangka penipuan puluhan juta. Demikian pula tentang istri kepala capem BCA yang dibantai perampok, karya-wan BTN yang meninggal di kamar rumah karyawati Bank Aspac dan lain –lain.

Menurut hemat saya, kita boleh menyebut identitas tersangka/korban dengan kelembagaan tertentu yang tak terkait langsung pada isi berita, bukan pada judul.

Akurasi

Masalah akurasi akhir – akhir ini juga sering dilupakan. Mulai dari yang kecil – kecil seperti soal nama orang, tempat kejadian, penulisan ejaan, jabatan, bahasa asing/daerah, sampai salah kutip pernyataan atau salah per-sepsi. Sebagai contoh, pernah terjadi wartawan salah menulis pernyataan H Roeslan Abdulgani soal temannya seperjuangan. Waktu itu disebutkan nama Soemitro Djo-johadikusumo tapi ditulis Soebandrio (tokoh PKI). Seo-rang wartawan senior dari Straits Times menyebut bahwa sarat bagi sebuah berita itu adalah akurasi, akurasi dan akurasi.

Pra Editing

Yang jadi persoalan sehari – hari bagi redaktur dalam mengedit berita adalah terbatasnya waktu. Pada ha-laman ekonomi bisnis, misalnya wartawan umumnya baru dating ke kantor pukul 16.00 sementara deadline pukul 22.00. pada waktu yang sesingkat itu redaktur ha-rus mengedit enam atau delapan berita, menyiapkan foto, mengatur tata letak, dan lain – lain.

Karena itu kedatangan redaktur lebih awal ke kantor untuk memonitori “listing” berita hari itu sangat penting. Sebab, ini sangat membantu redaktur untuk membuat “pra editing” seperti menentukan berita utama (opening) hari itu, pengaturan foto, termasuk pemilihan angle dan teras berita yang pas.

Proses pra-editing ini ternyata sangat perlu, Karena dengan persiapan yang cukup maka kita jadi punya per-siapan waktu dan materi yang cukup untuk membuat edi-ting berita dengan baik, mengatur foto, membuat grafis, dan lain – lain. Yang juga tak kalah penting adalah mem-perkaya “berita” itu dengan referensi lain yang mungkin tak diperoleh wartawan.

Format Penulisan

Bahasa pers memiliki safat khas yaitu singkat, padat, sederhana, jelas, lugas, dan menarik. Meski demikian, bahasa pers sebagai salah satu ragam Bahasa Indo-nesia harus taat pada kaidah, ejaan yang benar, serta bahasa baku (yang paling banyak dipakai oleh lapisan masyarakat, baik dalam bahasa tulis maupun lisan). Yang juga harus diingat bahwa per situ dibaca oleh segala lapisan, baik strata pendidikan maupun ekonomi, Karena itu bahasa dan istilah yang dipakai wartawan harus bisa dimengerti oleh segala lapisan.

Itu sebabnya, istilah – istilah rumit pada berita eko-nomi, hukum, kesehatan, dan lain – lain mestinya harus dijelaskan. Demikian juga sebisa – bisanya pemakaian bahasa asing dibatasi sesedikit mungkin.

Beberapa nasihat untuk tulisan berita yang baik : kali-matnya pendek – pendek, mengalir (logis) dan jernih, menggunakan kalimat aktif, bukan pasif. Sebaliknya tulisan yang sulit dipahami pembaca adalah yang kalimat dan alineanya panjang – panjang, memakai ba-nyak istilah teknis, asing dan bahasa daerah.(Socrates)

Tidak ada komentar: