22 Maret 2011

KEBIJAKAN REDAKSI MEDIA, USUNG FIGUR, JATUHKAN LAWAN POLITIK

Kebutuhan akan informasi berkembang pesat, hal ini menyebabkan industri media berkembang dengan sangat pesat.  Hal ini kemudian juga merubah, industri media yang idialis mejadi industri yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi.  Belum lagi, bila media juga mengusung kepentingan politik sang pemilik, atau kandidat yang dijagokan media tersebut.

Pasar media adalah pasar yang unik.  Salah satu keunikan media yang harus dijaga adalah kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik.  Kekuatan inilah yang membuat media massa disegani. Fasta (2010) mengungkap dalam teori kultivasi, media dapat mempengaruhi opini pemirsa/pembacanya.  Apa yang ditayangkan di televisi atau diberitakan di surat kabar dapat mempengaruhi pandangan pemirsa terhadap kenyataan disekeliling sang pemirsa.  Kultivasi diibaratkan seperti daya gravitasi yang dapat mengarahkan pemirsanya kesalah satu bagian yang menjadi mainstream penayangan televisi atau penerbitan berita-berita di surat kabar.

Agenda politik yang dibawa media, dapat berwujud pada dua sisi kebijakan. Di satu sisi media memiliki agenda khusus untuk mengangkat figur dan memuluskan agenda politik figur tersebut.  Di sisi lain, media melakukan upaya-upaya baik secara terstruktur maupun tidak untuk memojokkan lawan politik sang figur.  Hal ini dilakukan dengan mengupas satu demi satu cacat sosial maupun ulah miring lawan politik.  Lawan politik disini dapat berupa orang perorang, maupun institusi seperti lembaga pemerintahan atau lawan politik.

Dalam kasus ini, media massa berlaku bagai sebagai tim sukses terselubung.  Independensi dibuang jauh-jauh. Yang mereka lakukan adalah membentuk opini menguntungkan sang figur dan memojokkan lawan politik.  Dampak politik yang dirasakan oleh lawan politik sebagai dampak dari isi/konten yang disampaikan kepada masyarakat.  Yang terjadi selanjutnya adalah pembunuhan karakter (caracter assasination) lawan politik secara perlahan-lahan. Sementara mereka tidak memiliki media untuk membalas atau minimal mengimbangi pencitraan buruk mereka.

Sehingga wajar saja bila kemudian Sekretaris Kabinet Dipo Alam kebakaran jenggot atas berita-berita media yang selalu memojokkan Presiden SBY. Ia mengkritik dua media televisi dan satu media cetak yang dikatakan tak melakukan pemberitaan secara terukur, yaitu TV One, Metro TV, dan Media Indonesia. 

Kedua televisi swasta yang dimiliki politisi tersebut dikatakan terus-menerus menjelekkan pemerintah. TV One adalah kepunyaan Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie. Sementara harian Media Indonesia dan Metro TV adalah milik politisi Partai Golkar yang saat ini gencar membangun organisasi Nasional Demokrat, Surya Paloh.

Menurut Dipo, selain kerap menayangkan adegan kekerasan berulang-ulang, kedua stasiun televisi ini kerap menayangkan pemberitaan tak berimbang. Contohnya ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kerja di Kupang, Nusa Tenggara Timur, awal Februari 2011.  Klaim Dipo, ada segelintir orang yang menggelar demonstrasi. Namun, kedua stasiun televisi tersebut memberitakan bahwa rakyat NTT menolak kehadiran Presiden. "Ini beritanya sudah mendekati kebohongan.  Saya mengikuti perjalanan SBY ke NTT. Pendemo cuma segelintir. Bandingkan dengan yang menyambut Presiden dari Kupang sampai Atambua," katanya kepada para wartawan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/2/2011).

Dipo juga meminta masyarakat tak menonton televisi yang hanya menyebarkan kebohongan. Ia  mengancam media yang selalu mengkritik pemerintah tak akan mendapat iklan dari institusi pemerintah. Dipo akan meminta sekretaris jenderal dan humas-humas lembaga negara tak memasang iklan di media bersangkutan. 
Selain itu, media yang rajin mengkritik tersebut juga diancam tak akan diberi informasi. "Pokoknya, saya katakan, kalau mereka (media) tiap menit menjelekkan terus, tidak usah pasang (iklan). Saya akan hadapi itu. Toh, yang punya uang itu pemerintah. Enggak usah pasang iklan di situ dan sekarang orang yang diwawancara saat prime time tidak usah datang," tutur Dipo.(**)





 

Tidak ada komentar: