17 Maret 2011

ETIKA BISNIS BANYAK DILANGGAR, PICU LEDAKAN BERUNTUN TABUNG GAS ELPIJI 3 KG

Program konversi minyak tanah ke gas Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla memang patut diacungi jempol. Program ini mampu menghemat subsidi negara melalui APBN sebesar Rp 26 triliun. Hanya sayangnya, program besar ini masih memiliki masalah di dalam pelaksanaan di lapangan. Kasus ledakan dan kebocoran tabung gas nyaris terjadi setiap hari secara beruntun. Bahkan di Provinsi Bengkulu yang baru mendapatkan program konversi tahun 2011 ini, sudah mencatatkan satu kasus ledakan tabung gas 3 kg.
Kasus ledakan gas menurut catatan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPNK) seperti dirilis www.KabariNews.com 8 Oktober 2010, tercatat sudah mencapai 97 kali sejak tahun 2007. Pada tahun 2007, tercatat 5 kasus dan 4 warga meninggal dunia. Kemudian tahun 2008 terjadi 27 kasus, dengan korban tewas dua orang dan luka-luka 35 orang. Pada tahun 2009 meningkat menjadi 30 kasus, dengan korban tewas mencapai 12 orang dan luka-luka 48 orang.
Lalu meningkat lagi menjadi 35 kasus hingga Agustus 2010, dengan korban tewas mencapai sembilan orang dan mengakibatkan 49 orang luka-luka. Dengan jumlah korban tewas puluhan orang dan korban luka lebih dari 100 orang, peristwa ledakan tabung gas tidak bisa dianggap remeh. Pemerintah harus bertanggung jawab penuh menyediakan peralatan tabung gas yang aman dan nyaman.
Mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla mengaku sangat prihatin dengan maraknya ledakan tabung gas 3 kilogram tersebut. Sebagai penggagas program konversi, ia merasa turut bertanggung jawab atas apa yang terjadi. Ia meyakini, kasus ledakan yang terjadi murni aksi kriminal, dimana ada beberapa pelaku usaha ingin mencari untung besar. Yakni dengan memindahkan gas dari tabung gas 3 kilogram ke tabung 12 kilogram. Pasalnya ada selisih harga, dimana gas 12 kg, harganya perkilogramnya lebih mahal 38% dibanding gas tabung 3 kilogram. Akibatnya tabung gas 3 kg sering ‘’disodomi’’ untuk diambil gasnya, sehingga seal atau katup tabung gas banyak yang rusak. Saat dijual ke masyarakat, seal tersebut sudah bocor dan rentan meledak.
Modus lain adanya banyak beredarnya tabung gas illegal. Hal ini terungkap dari pengerebekan yang dilakukan Satuan Sumber Daya Lingkungan Direktorat Serse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya 2 Desember 2010 lalu pada pabrik tabung gas illegal milik JCA (50). Dari pabrik yang berlokasi di Jalan Mangga Ubi, Kapuk Cengkareng, Jakarta Barat tersebut berhasil diamankan 11.000 tabung gas 3 kilogram dan 200 tabung 12 kilogram. Semula pabrik ini resmi memproduksi dan menjual tabung gas ke Pertamina. Namun karena marak kasus ledakan tabung gas, Pertamina kemudian memutus hubungan kerja dengan pabrik milik JCA tersebut. Anehnya pabrik dengan puluhan pekerja ini tetap memproduksi tabung gas, dan menjualnya ke masyarakat. Logo SNI yang digunakan tabung buatan JCA dipalsukan.
Menurut Rudito (2007: 5) masalah-masalah etika dalam bisnis seringkali terbentur dengan berbagai dilema kepentingan yang ingin dicapai dalam bisnis itu sendiri. Sebuah etika yang dianggap sebagai nilai-nilai yang baik dalam komunitas tidaklah mudah begitu saja bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam menjalankan aktifitas bisnis, pelaku usaha dihadapkan pada banyak pihak yang juga memiliki kepentingan yang berbeda dan terkadang saling berseberangan. Bahkan pelaku usaha tidak bisa lagi membedakan apakah yang dilakukannya tu dapat dipandang etis atau tidak etis sama sekali. Alasan utama yang sering membuat nilai-nilai etika dalam bisnis menjadi sesuatu yang diabaikan adalah untuk mengejar keuntungan. Niat mengejar keuntungan membuat pelaku bisnis menjadikan sesuatu yang tadinya haram untuk dilakukan menjadi halal.(**)

Tidak ada komentar: